Harianjateng.com – Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) TIM II Universitas Diponegoro (Undip) melaksanakan program pemberdayaan masyarakat dengan tema “Penyuluhan dan Pemberdayaan Pembuatan Kompos Menggunakan Metode Takakura sebagai Pengolahan Sampah Organik” pada tanggal 25 Juli 2024. Kegiatan ini berlangsung di Pasar Legi, Kelurahan Parakan Kauman, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan masyarakat dalam mengolah sampah organik menjadi kompos yang bermanfaat dengan menggunakan metode Takakura yang sederhana dan efisien.
Latar belakang dari program ini adalah kurang optimalnya pengelolaan sampah organik oleh pedagang di Pasar Legi. Setiap hari, pasar ini menghasilkan sampah organik dalam jumlah besar yang sebenarnya memiliki potensi besar untuk diubah menjadi kompos. Kompos tersebut tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan tetapi juga memiliki nilai ekonomis. Namun, potensi ini belum dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat setempat. Selain itu, Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 3R di Kelurahan Parakan Kauman sudah melebihi kapasitas, sehingga diperlukan solusi alternatif berupa pengolahan sampah secara mandiri oleh masyarakat.
Sebagai tanggapan terhadap situasi ini, mahasiswa KKN TIM II Undip memutuskan untuk menginisiasi program pemanfaatan sampah organik menjadi kompos dengan metode Takakura. Program ini diawali dengan survei yang dilakukan pada minggu pertama di Pasar Legi, yang menunjukkan kebiasaan masyarakat yang membuang sampah begitu saja, sebuah praktik yang tidak ramah lingkungan. Adil Syah Johari, mahasiswa dari Fakultas Teknik, Departemen Teknik Lingkungan, kemudian berinisiatif untuk memanfaatkan sampah organik menjadi kompos, sebuah produk yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomis.
Pelaksanaan program ini melibatkan beberapa tahapan penting. Pertama, peserta diberikan penyuluhan mendetail mengenai metode Takakura, termasuk penjelasan tentang konsep dasar, alat dan bahan yang diperlukan, serta langkah-langkah praktis dalam pembuatan kompos. Para mahasiswa KKN juga menyiapkan materi pendukung berupa pamflet, leaflet, dan spanduk yang berisi informasi mengenai metode Takakura. Materi ini didistribusikan kepada para pedagang dan masyarakat sekitar agar mereka dapat memahami dan mengaplikasikan teknik ini dengan mudah.
Pemanfaatan sampah organik menjadi kompos ini tidak hanya berkontribusi pada upaya pengelolaan sampah, tetapi juga mendukung beberapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya SDG 12 tentang Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab. Program ini secara khusus mendukung target 12.5, yang bertujuan untuk secara substansial mengurangi produksi limbah melalui pencegahan, pengurangan, daur ulang, dan penggunaan kembali. Selain itu, program ini juga relevan dengan SDG 13 tentang Penanganan Perubahan Iklim, karena dengan mengurangi pembakaran sampah, program ini membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.
Pelatihan pembuatan Keranjang Takakura difokuskan kepada para pedagang Pasar Legi, yang merupakan salah satu penghasil sampah organik terbesar di wilayah tersebut.
Melalui pelatihan ini, diharapkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengolah sampah organik dapat lebih mudah disebarluaskan dan diterapkan secara efektif di lingkungan sekitar.
Metode Takakura sendiri adalah sebuah metode pengolahan sampah organik skala rumah tangga yang berasal dari Jepang dan ditemukan oleh Koji Takakura pada tahun 2004. Proses pembuatan keranjang Takakura dimulai dengan menyiapkan keranjang atau kotak yang memiliki lubang-lubang di setiap sisinya untuk memastikan sirkulasi udara. Di bagian dalam keranjang dilapisi dengan kain karpet bludru atau kain karung untuk mencegah keluarnya air lindi dan tumpahnya bibit kompos serta mencegah masuknya serangga.
Metode ini menggunakan media keranjang yang diisi dengan campuran kompos sebagai starter dan EM4 Pertanian sebagai bioaktivator atau bakteri pengurai. Sampah organik seperti sisa makanan, sayuran, dan buah-buahan kemudian dimasukkan ke dalam keranjang tersebut, di mana sampah akan diuraikan menjadi kompos dalam waktu beberapa minggu (sekitar 40 hari). Setelah keranjang Takakura selesai dibuat, diperlukan kompos jadi, dua buah bantalan sekam untuk alas dan penutup, serta sampah organik yang telah dipilah, seperti dedaunan kering, sisa sayuran, kulit jeruk, kulit bawang, dan nasi basi.
Sampah organik yang dimasukkan ke dalam Keranjang Takakura lebih baik dipotong kecil-kecil agar pengomposan dapat bekerja secara optimal. Suhu dan kelembaban memainkan peran penting dalam proses penguraian. Kelembaban yang terbatas (terlalu kering) akan memperlambat penguraian, sementara terlalu banyak uap air (terlalu basah) dapat menyebabkan fermentasi anaerob yang menghasilkan bau tidak sedap. Sampah organik segar biasanya memiliki kadar air sekitar 80%, sehingga pencampuran dengan kompos kering diperlukan untuk mencapai keseimbangan kelembaban yang optimal. Setelah sampah organik dimasukkan, tutup dengan campuran kompos dan sekam, dan jaga suhu agar tetap hangat. Pengadukan kompos sekali sehari juga dianjurkan untuk mengintensifkan fermentasi dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan. Keranjang Kompos Takakura ini kemudian dibagikan ke pedagang Pasar Legi sebagai bahan contoh dan edukasi, di mana kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk untuk pertanian, kebun, dan tanaman hias.
Mahasiswa KKN Undip menjelaskan bahwa metode Takakura tidak hanya mudah diterapkan dengan bahan-bahan yang tersedia di sekitar rumah, tetapi juga sangat efektif dalam mengolah sampah organik menjadi kompos berkualitas tinggi. Proses ini tidak menimbulkan bau tidak sedap, sehingga cocok diterapkan di lingkungan rumah tanpa mengganggu kenyamanan.
Antusiasme pedagang Pasar Legi Parakan Kauman dalam mengikuti kegiatan ini sangat tinggi. Mereka menyadari bahwa pengolahan sampah organik tidak hanya membantu mengurangi beban sampah di TPS, tetapi juga memberikan manfaat jangka panjang bagi lingkungan dan kesehatan mereka. Dengan adanya program ini, diharapkan masyarakat bisa terus menerapkan metode Takakura dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mampu menciptakan lingkungan yang lebih bersih, sehat, dan hijau.
Program ini diharapkan menjadi langkah awal bagi pedagang Pasar Legi untuk mengubah kebiasaan lama dan beralih ke metode pengolahan sampah yang lebih ramah lingkungan. Mahasiswa KKN Undip berharap, dengan pengetahuan yang telah dibagikan, Pedagang Pasar Legi dapat menerapkan metode keranjang Takakura secara berkelanjutan, sehingga desa mereka menjadi lebih hijau dan sehat.
Program ini tidak hanya menawarkan solusi terhadap permasalahan sampah, tetapi juga mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam menjaga kebersihan lingkungan. Dengan metode Takakura, masyarakat diajarkan cara mengolah sampah organik secara mandiri di rumah atau tempat usaha mereka. Metode ini tidak membutuhkan biaya besar dan peralatannya mudah ditemukan, sehingga cocok diterapkan di lingkungan pasar dan pemukiman.
Penulis: Adil Syah Johari (Program Studi Teknik Lingkungan – Fakultas Teknik) Universitas Diponegoro