PD PGMI Jateng-DIY Diskusikan Polemik Tugas Akhir Nonskripsi, Ini Jawabannya!

0
161
Narasumber dosen PGMI FITK UIN Walisongo Semarang, Hj. Zulaikhah, M.Ag., M.Pd. (kanan).

Yogyakarta, Harianjateng.com – Perkumpulan Dosen Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Koordinator Wilayah VIII Jawa Tengah dan DIY menggelar Diskusi Pendidikan bertajuk “Tugas Akhir: Skripsi atau Nonskripsi? (Kebijakan, Implementasi, Kelebihan dan Kekurangan)” dengan narasumber dosen PGMI FITK UIN Walisongo Semarang, Hj. Zulaikhah, M.Ag., M.Pd., dengan moderator Noptario, M.Pd., pada Selasa (23/4/2024) secara daring.

Dalam kesempatan itu, Ketua PD PGMI Korwil VIII Jawa Tengah dan DIY Dr. Aninditya Sri Nugraheni, M.Pd., yang diwakilkan oleh Pengurus Bidang Penelitian dan Publikasi Ilmiah PD PGMI Korwil VIII Jawa Tengah dan DIY Periode 2023-2026 Dr. Hamidulloh Ibda, M.Pd., mengatakan bahwa setiap tugas akhir skripsi maupun tugas akhir nonskripsi memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.

“Kelebihan tugas akhir nonskripsi ada banyak sebagaimana pengalaman di INISNU Temanggung yang telah kami praktikkan sejak 2022. Pertama, mahasiswa bisa lulus lebih cepat, start lebih awal. Kedua, mengakomodasi/merekognisi capaian atau prestasi mahasiswa dalam bidang akademik, non-akademik (bakat, minat, penalaran, olahraga, seni, arsitektur, teknologi, dll). Ketiga, fasilitasi kolaborasi dan mahasiswa dalam Tri Dharma PT. Keempat, menambah jumlah publikasi ilmiah mahasiswa dan dosen. Kelima, menambah jumlah Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) : Merek, Paten, Desain Industri, Hak Cipta, Indikasi Geografis, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST). Keenam, melatih mahasiswa menjadi penulis, pengembang aplikasi/multimedia, konten kreator media pembelajaran. Ketujuh, mendorong mahasiswa berkompetisi, berkarya, dan berprestasi,” kata Doktor Pendidikan Dasar UNY tersebut.

Sementara itu untuk kekurangannya sesuai pengalamannya, terdapat sepuluh aspek. Pertama, mahasiswa tidak punya pengalaman penelitian/PkM yang lebih. Kedua, kemampuan riset lemah (utamanya dalam metodologi). Ketiga, kemampuan PkM berbasis riset lemah. Keempat, rentan perjokian/jual beli sertifikat, karya tulis ilmiah, karya sastra, dan karya digital. Kelima, kebimbangan mahasiswa (awalnya TAS, setelah seminar proposal ganti TAN). Keenam, belum mengakomodasi karya tulis jurnalistik (Artikel Populer, Esai, Opini, Feature). Ketujuh, karya non-skripsi terlalu jauh dengan CPL, BOK, Paradigma Keilmuan, roadmap penelitian Prodi. Kedelapan, waktu menunggu terbit artikel di jurnal Sinta 1-3 terlalu lama. Kesembilan, krisis dan moratorium ISBN dari Perpusnas RI. Kesepuluh, bias standardisasi (misal: Penerbit buku harus IKAPI, APPTI, atau sekadar buku ber-ISBN).

Ketua Umum PD PGMI Indonesia Dr. Andi Prastowo yang diwakilkan Pengurus PD PGMI Indonesia Dr. Dadan F. Ramdhan, M.Ag., M.M.Pd., menyampaikan bahwa penerapan kebijakan tugas akhir nonskripsi belum banyak dilakukan mahasiswa Prodi PGMI di Indonesia. “Usai Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi belum ada setahun dan masih perlu kajian,” katanya.

Dari praktik baik yang sudah ada, pihaknya mendorong menjadi motivasi bagi Prodi PGMI di Indonesia untuk bisa diterapkan di Prodi PGMI di Indonesia.

“Tidak menutup kemungkinan mahasiswa PGMI kita itu, karena ada mata kuliah kesenian, akan lahir kesenian atau karya sastra yang diusulkan sebagai tugas akhir nonskripsi,” katanya.

Pihaknya mencontohkan sejumlah mahasiswa S1 di Indonesia yang lulus dengan tugas akhir nonskripsi, seperti karya sastra, PkM, kejuaraan lomba, dan bentuk lain.

Dr. Dadan F. Ramdhan berharap, dari para pengelola Prodi PGMI untuk mengikuti jejak Prodi PGMI yang telah mempraktikkan kebijakan tugas akhir nonskripsi.

Sementara itu, narasumber utama dosen PGMI FITK UIN Walisongo Semarang, Hj. Zulaikhah, M.Ag., M.Pd., mengatakan bahwa awalnya, kebijakan pemerintah tersebut menuai pro dan kontra tentang tugas akhir antara skripsi dan nonskripsi.  Namun, menurutnya, kebijakan tersebut positif karena mengakomodasi tipe-tipe mahasiswa. “Prodi memiliki cara pengukuran kompetensi yang berbeda,” katanya.

Pihaknya menyebut bahwa banyak perguruan tinggi termasuk UIN Walisongo Semarang sejak 2021, telah menerapkan praktik baik dengan penerapan kebijakan tugas akhir nonskripsi sebelum munculnya Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

“Dari peraturan itu intinya skripsi tidak dihapus, tapi pilihan, alternatif, dan bersifat individual sesuai kemampuan masing-masing mahasiswa,” kata Hj. Zulaikhah, M.Ag., M.Pd.

Setiap perguruan tinggi, menurutnya, memiliki kebijakan masing-masing dalam merespon Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi khususnya Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20. “Setiap lembaga berhak merespon peraturan ini, dengan kekhasan yang tentu berbeda,” katanya.

Menurut saya, katanya, kebijakan ini memberikan keleluasaan, jadi tidak harus menulis skripsi tapi bisa dalam bentuk lain.

“Tugas akhir nonskripsi merupakan karya ilmiah mahasiswa baik tertulis maupun tidak yang mencerminkan kemampuan melakukan proses dan pola berpikir ilmiah melalui kegiatan kajian atau rekayasa sesuai Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) Program Studi,” katanya.

Dalam kesempatan itu, pihaknya menjelaskan dalam penerapan tugas akhir nonskripsi, bisa berbentuk karya desain teknologi (karta monumental/ desain monumental/ teknologi tepat guna), karya seni arsitektur, penulisan artikel ilmiah yang diterbitkan pada jurnal ilmiah atau proceeding ilmiah, buku ber-ISBN, lomba tingkat nasional atau internasional yang sesuai bidang keahlian, Program Kreativitas Mahasiswa/ PKM, dan magang kerja industri.

“Saya yakin semua kebijakan ada plus dan minusnya, bergantung pandangan kita,” kata dia.

Kelebihan skripsi, menurutnya, mahasiswa memiliki kemampuan berpikir kritis, kemampuan menulis ilmiah, kemampuan memecahkan masalah, lulus teap waktu sesuai planning. Sedangkan tugas akhir nonskripsi, kelebihannya yaitu lebih ekspresi dan fleksibel sesuai bakat minatnya untuk mencapai CPL Prodi, lulus tepat waktu sesuai rencana, usulan bentuk nonskrpsi cepat di-ACC, proses pengerjaannya menyenangkan sesuai minat mahasiswa, dan tidak ada ghirah (semangat) untuk ujian.

“Adanya kebijakan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, untuk mahasiswa S1, S2, S3 PGMI, kebijakan ini sebenarnya menunguntungkan kita ya, karena kita berhak menentukan tugas akhir skripsi, tesis, disertasi, atau nonskripsi, nontesis, nondisertasi, jadi bersifat individual. Jadi bisa kita ambil sisi negatifnya, atau kita terlalu over thingking, dan terbukti banyak mahasiswa yang bisa menyelesaikan tugas akhirnya dengan baik,” pungkasnya.

Dijelaskan Hj. Zulaikhah, M.Ag., M.Pd., bahwa kelebihan skripsi melatih berpikir kritis, sedangkan nonskripsi yang artikel, mahasiswa bisa lulus cepat (menulis artikel bisa dimulai dari semester 5, bermanfaat untuk studi lanjut dan kontribusi jangka panjang untuk publik.

Selain itu, kelebihan tugas akhir nonskripsi juga memberikan waktu lebih efisien. Studi lebih cepat dan fokus pada makul yang relevan dengan kepentingan karier. “Fokus pada pengalaman praktis. Dapat mengalokasikan waktu dan energi untuk mengikuti magang/ proyek-proyek praktis yang dapat memberikan pengalaman langsung pada bidang yang diminati. Kemungkinan mengejar pendidikan lanjutan,” lanjutnya.

Sedangkan kelemahan skripsi, proposal skripsi sering berubah-ubah dan berganti. “Sedangkan tugas akhir nonskripsi, menjadikan mahasiswa kurang pengetahuan tentang metodologi penelitian, tidak/ kurang dekat dengan dosen pembimbing, tidak diburu-buru untuk cepat selesai. Untuk artikel: biaya mahal dan menunggu publish lama,” paparnya.

Tugas akhir nonskripsi juga memiliki kelemahan bahwa kesempatan penelitian terbatas, melewatkan kesempatan meneliti, membuat kontribusi ilmiah di bidangnya, mempublikasikan karya dan berkolaborasi dengan para pakar di bidang tersebut, keterbatasan akademik, persyaratan pekerjaan, tidak memiliki skripsi dapat membatasi pilihan misal studi lanjut.

Dalam kesempatan itu, selain narasumber dan panitia juga hadir Ketua PD PGMI Korwil VIII Jawa Tengah dan DIY Dr. Aninditya Sri Nugraheni, M.Pd., dan pengurus lainnya, Sekretaris Umum PD PGMI Indonesia Dr. Ahwy Oktradiksa, S.Pd.I., M.Pd.I., dan 133 lebih peserta dari unsur dosen dan mahasiswa PGMI di Indonesia. (HJ33/Hi)