Oleh Hamidulloh Ibda
Guru saya, Junaidi Abdul Munif berkelakar bahwa Lebaran Idulfitri mengalami pergeseran makna. “Lebaran itu basa-basi kultural, alias setor rai. Hehehehe” kelakarnya waktu diskusi melalui saluran WhatsApp.
Menurut Mbah Jun, ada tiga aspek yang bisa mendudukkan perbedaan, yaitu profesi, organisasi, dan preferensi.
“Klasifikasi yang saya tangkap ya profesi, organisasi, dan preferensi. Benang merahnya itu” kata Mbah Jun.
Saya pun membenarkan interpretasi Mbah Jun. Meski ada yang perlu ditambah, dikurangi, dan didebat, piye-piye lah beliau adalah guru saya. Maka saya harus mendukung fatwanya.
Basa-basi Kultural?
Apakah Lebaran Idulfitri saat ini hanya sekadar basa-basi kultural dan formalitas? Bisa benar bisa tidak. Lebaran Idulfitri bukan hanya tentang puasa dan perayaan, tetapi juga tentang interaksi sosial yang khas. Di balik keramaian dan kegembiraan, Lebaran juga menyiratkan unsur-unsur basa-basi kultural dan formalitas yang melekat dalam budaya Indonesia khususnya di wilayah Jawa.
Sebenarnya terdapat hal substansial selain sekadar basa-basi kultural di dalam Idulfitri. Pertama, tradisi salam-salaman. Salah satu aspek yang mencolok dari Lebaran adalah salam-salaman. Mulai dari yang muda kepada yang lebih tua, hingga antar sesama generasi sebaya, saling memberikan salam adalah formalitas yang tak terhindarkan. Ini bukan hanya ungkapan hormat, tetapi juga bentuk pengakuan atas keberadaan satu sama lain.
Kedua, pertukaran ucapan selamat. Ucapan selamat seperti “Selamat Idul Fitri” atau “Mohon Maaf Lahir dan Batin” menjadi rutinitas yang tak terelakkan. Meskipun mungkin terdengar klise, namun ucapan tersebut menyiratkan rasa persaudaraan dan permohonan maaf yang mendalam.
Ketiga, ziarah ke keluarga dan tetangga. Lebaran menjadi waktu yang tepat untuk melakukan ziarah ke rumah keluarga dan tetangga. Tradisi ini bukan hanya tentang mempererat hubungan, tetapi juga tentang memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan kepada mereka yang lebih tua atau yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi dalam hierarki sosial.
Keempat, berkumpul di rumah saat takbiran. Malam takbiran menjelang Idul Fitri menjadi momen di mana orang-orang berkumpul di masjid atau di rumah untuk bersama-sama melantunkan takbir. Ini adalah momen yang memperkuat ikatan sosial dan kebersamaan dalam komunitas.
Kelima, santunan dan pemberian hadiah. Lebaran juga seringkali menjadi waktu untuk memberikan santunan kepada yang membutuhkan dan memberikan hadiah kepada orang-orang terdekat. Tindakan ini bukan hanya sebagai bentuk kebaikan hati, tetapi juga sebagai cara untuk mempererat hubungan antar anggota masyarakat.
Lebaran bukan sekadar perayaan agama, tetapi juga merupakan momen penting dalam budaya Indonesia yang penuh dengan basa-basi kultural dan formalitas. Melalui tradisi salam-salaman, ziarah ke keluarga dan tetangga, pertukaran ucapan selamat, berkumpul di rumah saat takbiran, serta santunan dan pemberian hadiah, Lebaran menjadi ajang untuk mempererat hubungan sosial dan memperkokoh nilai-nilai kebersamaan dalam masyarakat.
Profesi, Organisasi, Preferensi
Lebaran, atau Idulfitri, adalah momen yang sangat dinanti-nantikan bagi umat Muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Selain sebagai perayaan agama, Lebaran juga menjadi ajang penyatuan perbedaan sosial, baik melalui profesi, organisasi, maupun preferensi pribadi.
Pada aspek profesi, kita bisa merangkai keragaman. Lebaran membawa bersama profesi-profesi yang berbeda dalam sebuah kesatuan perayaan. Mulai dari pekerja kantoran, pedagang, petani, hingga pekerja informal, semua bersatu dalam momentum keagamaan ini. Profesi yang beragam menjadi kekuatan yang menguatkan hubungan sosial antarindividu dari latar belakang yang berbeda.
Pada aspek organisasi kita bisa menggalang solidaritas. Organisasi sosial, keagamaan, dan sukarelawan juga turut berperan dalam menyatukan perbedaan pada perayaan Lebaran. Melalui kegiatan bakti sosial, pengumpulan dana untuk santunan, atau pun penyelenggaraan takbiran bersama, organisasi menjadi penghubung yang mempersatukan beragam individu dalam semangat kebersamaan.
Pada aspek preferensi, kita menghormati keanekaragaman. Setiap individu memiliki preferensi dan tradisi tersendiri dalam merayakan Lebaran. Mulai dari kuliner khas daerah, pakaian adat, hingga kegiatan religius yang dipilih, preferensi tersebut menjadi bagian dari kekayaan budaya yang dihormati dan disatukan dalam perayaan Lebaran. Dalam keragaman preferensi tersebut, terdapat kekuatan dalam memperkaya pengalaman bersama.
Lebaran tidak hanya menjadi momen perayaan keagamaan, tetapi juga menjadi ajang penyatuan perbedaan dalam masyarakat. Melalui profesi yang beragam, peran organisasi dalam menggalang solidaritas, dan menghormati preferensi individual, Lebaran mengajarkan kita untuk menghargai keragaman sosial yang ada. Dengan bersatu dalam semangat persaudaraan, Lebaran menjadi momentum untuk mempererat ikatan sosial dan memperkokoh nilai-nilai kebersamaan dalam masyarakat.
-Dr. Hamidulloh Ibda, M.Pd., is a lecturer, researcher, educational activist, and journalist. His research focus is on literacy, digital literacy, digital pedagogy, primary school, children’s language, and literature. He is a lecturer in Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Institut Islam Nahdlatul Ulama Temanggung, Indonesia. Ibda is Ph.D, from Department of Basic Education, Faculty of Education and Psychology, Yogyakarta State University, Indonesia. He is an international reviewer in several journals, namely Pegem Egitim ve Ogretim Dergisi – Scopus Q4 (2023-present), Cogent Education – Taylor & Francis – Scopus Q2 (2023-present), Journal of Ethnic and Cultural Studies – Scopus Q1 (2023-present), Journal of Learning for Development (JL4D) Scopus Q3 (2023-present), International Journal of Information and Education Technology (IJIET) Scopus Q3 (2023-present), Millah: Journal of Religious Studies – Scopus (2023-present), International Journal of Learning, Teaching and Educational Research (IJLTER) – Scopus Q3 (2023-present), International Review of Research in Open and Distance Learning (IRRODL) – Scopus Q1 (2023-present), Journal of Education and Learning (EduLearn) – Scopus Q4 (2023-present), International Journal of Cognitive Research in Science, Engineering and Education (IJCRSEE) – Scopus Q3 (2023-present), International Journal of Serious Games (IJSG), Italy, terindeks Scopus Q3 (2023-present), Cogent Arts & Humanities – Taylor & Francis – Scopus Q2 (2023-present), FWU Journal of Social Sciences ( Shaheed Benazir Bhutto Women University Peshawar) Pakistan, Scopus Q1 (2024-present), International Journal of Special Education (IJSE) (SPED Ltd, Kanada), Scopus Q3 (2024-present), Qualitative Research in Education (QRE) (Hipatia Press, Spain), Scopus Q2 (2024-present), Brazilian English Language Teaching Journal (BELT) (Editora Universitaria da PUCRS, Brazil), Scopus Q4 (2024-present), International Journal of Electrical and Computer Engineering (IJECE) (Institute of Advanced Engineering and Science (IAES) Indonesia, Scopus Q3 (2024-present), Journal of Physical Education (Maringa) (Universidade Estadual de Maringá, Brazil), Scopus Q4 (2024-present), Ricerche di Pedagogia e Didattica (University of Bologna, Italy), Scopus Q4 (2024-present). Ibda is also an international reviewer for International Journal Ihya’ ‘Ulum al-Din (2023-present), IJSL: International Journal of Social Learning (2023-present), Editorial Board Members in Global Synthesis in Education (GSE) (2023-present), reviewer Qeios Journal (2023-present), Asian Journal of Education and Social Studies (India) (2024-present), Journal of Global Research in Education and Social Science (India) (2024-present), African Educational Research Journal (Nigeria) (2024-present), International Journal of English Education and Linguistics (IJoEEL) (Indonesia) (2024-present), and 25 national journals indexed by Sinta (Indonesia).